Jumat, 04 September 2009

Refleksi Tahun Baru : Saatnya Tahun Ekonomi Syariah

Menyimak perjalanan ekonomi setahun terakhir baik di tingkat internasional, regional, nasional maupun lokal yang penuh dengan ketidakgembiraan, banyak hikmah dan ibrah yang sepatutnya diambil menjadi peringatan. Walaupun tingkat tekanan yang berbeda-beda, hampir semua kawasan terkena imbas dari gelombang krisis ekonomi. Indonesia, kata Presiden SBY, terkena “tsunami”-nya.

Sebagaimana telah jamak diketahui, cerita itu berawal dari subprime mortgage yang mulai memacetkan sektor finansial di Negeri Paman Sam. Kredit perumahan yang seharusnya tidak layak, setelah didandani disana-sini supaya kelihatan cantik, diobral dengan sangat murahnya kepada orang yang sebenarnya tidak sanggup membayar. Perusahaan keuangan seperti bank, bank investasi, asuransi, pemeringkat, dan lembaga finansial lainnya yang beraset besar, banyak berperan dalam menciptakan krisis itu. Mereka dengan tidak mempertimbangkan moral, memperanakpinakan produk subprime mortgagetersebut. Sehingga wajar jika krisis menimpa sebagian besar lembaga-lembaga finansial secara berjamaah, sebagai konsekuensi logis efek domino. Tidak saja di Amerika, Eropapun terkena imbasnya, sehingga ditengarai ada konspirasi internasional untuk mengkrisiskan perekonomian dunia.

Babak selanjutnya dari cerita itu adalah akibat bangkrutnya perusahaan keuangan karena bubble economics, karyawan terpaksa dikurangi, pengangguran meningkat dan daya beli menurun. Produsen barang dan jasa menurunkan produksinya, kemudian mengurangi karyawannya, akibatnya penggangguran bertambah lagi, daya beli menurun lagi. Jika hal ini telah melanda semua pelaku ekonomi dalam jangka waktu yang berketerusan, maka cerita mulai masuk pada babak resesi.

Resesi disuatu negara, apalagi di Amerika Serikat yang dianggap sebagai kiblat sistem ekonomi kapitalisme, berakibat langsung atau tidak langsung pada negara lain. Indonesia misalnya, terjadi penurunan permintaan ekspor, sebagaimana diketahui bahwa Amerika Serikat adalah salah satu negara pengimpor terbesar produk-produk Indonesia. Negara dengan pertumbuhan ekonomi besar seperti China atau India pun tak lepas dari imbas resesi ini, apatah lagi negara lain yang pertumbuhan ekonominya masih relatif rendah. Kesudahannya adalah resesi dunia.

Cerita kelam kelesuan ekonomi dunia membawa dampak psikologis yang cukup serius. Orang menjadi apatis akan hari depannya. Mereka mempunyai alasan yang tepat untuk menyatakan gagal pada diri sendiri. Pesimis pun muncul dalam benak mereka. Ini sangat disayangkan.

Di tengah suasana gulita seperti itu, masih ada secerca cahaya yang masih terus menyala. Dia akan tetap menjadi penerang dalam berekonomi. Dia menjadi penuntun langkah berikutnya bagi manusia yang sadar bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah berulang kali menenggelamkan kehidupan perekonomian mereka. Dia adalah sistem ekonomi syariah.

Sistem ekonomi syariah diperkenalkan kembali pada dunia sejak tahun 1975, sebagai sistem ekonomi alternatif dari sistem yang ada ketika itu. Pertumbuhan yang pesat dari tahun ke tahun membuat orang mulai melirik sistem ini. Bank Dunia dan IMF mulai mempelajari keuangan syariah untuk melihat bagaimana hal itu dapat membentuk kembali sistem keuangan barat (Republika, 26/12/08).

Dengan demikian sistem ekonomi syariah telah mendapat sorotan internasional untuk dijadikan solusi sistem ekonomi masa depan yang aman. Pemerintah China dan Perancis terus mendesak Bank Dunia dan IMF untuk memformulasikan sistem baru yang lebih aman, sebagai kritik atas lemahnya sistem finansial yang dibangun. Dana bail out yang dikucurkan oleh The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat pun, dikelola secara syariah juga, walaupun tidak secara eksplisit dikemukakan. Hal ini adalah terobosan pertama yang dilakukan The Fed sejak berdirinya yang tidak memakai bunga sebagai basis geraknya. Nyatalah bahwa sistem bunga tidak lagi menggembirakan. Jepang sudah lama menentukan suku bunganya hanya “nol koma sekian persen” atau dibawah 1%, sedangkan The Fed sudah menurunkan bunganya ke tingkat 0.25%. Dengan demikian, apalagi yang diharapkan dengan sistem bunga ini?

Konsep ekonomi syariah di Indonesia mulai marak sejak hadirnya bank berbasis syariah pertama, disusul kemudian lembaga–lembaga keuangan syariah lainnya. Namun memang, disadari bahwa sosialisasi memperkenalkan sistem ekonomi syariah ini kepada khalayak ramai berjalan lambat. Disini peran anggota masyarakat seperti pakar ekonomi syariah, praktisi ekonomi syariah, ulama, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah, sangat dibutuhkan dalam menumbuhkembangkan ekonomi syariah.

Di tengah pesimistis pelaku ekonomi lain, industri berbasis syariahlah yang yakin menempuh tahun 2009 dengan proyeksi pertumbuhan yang optimis. Untuk dunia perbankan misalnya, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan perbankan syariah dalam tiga skenario berdasarkan asumsi-asumsi yang telah diformulasikan dalam program grand strategy. Skenario pesimis sekalipun, memproyeksikan pertumbuhan sebesar 25% dengan total aset 57 trilyun rupiah, skenario proyeksi moderat dengan pertumbuhan 37% dan total aset 68 trilyun rupiah dan skenario proyeksi optimis dengan pertumbuhan 75% dan total aset 87 trilyun rupiah (Direktorat Perbankan Syariah-BI). Di tahun 2009 akan hadir lagi beberapa bank umum yang beroperasi dengan sistem syariah secara penuh, disamping bank umum yang akan membuka unit usaha syariahnya (UUS).

Dengan ikhtiar keras yang senantiasa dilumuri doa, Insya Allah target pertumbuhan yang moderat dapat dicapai bahkan dilampaui. Hal ini mengingat bahwa dari tahun 2001 – 2007, pertumbuhan perbankan syariah dapat mencapai angka 40% (sedangkan saudaranya yang konvensional hanya 10%), ditambah lagi dengan adanya Implikasi penyelesaian UU Perbankan Syariah, UU SBSN, dan ketentuan perpajakan diharapkan akan mendorong minat investor untuk mendirikan BUS/UUS/BPRS pada tahun mendatang, serta memanfaatkan inovasi produk perbankan syariah. Nada optimis juga bisa dilantunkan, mengingat pemerintah melalui Meneg BUMN mendorong para BUMN untuk melakukan diversifikasi portofolio dananya ke bank syariah untuk memperbesar lagi market share bank syariah. Di tingkat internasional keuangan syariah bertumbuh lebh dari 35% setiap tahunnya. Saat ini terdapat lebih dari 400 bank syariah yang beroprasi penuh dengan aset lebih dari 600 miliar dolar AS.

Walaupun demikian, dalam pengembangan ekonomi syariah ke depan, masih harus menghadapi sejumlah tantangan yaitu: membangun sumber daya manusia yang memadai, membangun perekonomian syariah dengan semangat keterbukaan agar manfaat menjadi bagian dari ekonomi global bisa diraih dan mengintensifkan edukasi dan sosialisasi mengenai ekonomi syariah kepada masyarakat luas. Demikian diungkapkan Muliaman D. Hadad, Deputi Gubernur Bank Indonesia saat terpilih sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah. Tantangan itu harus dapat diatasi untuk menjadikan ekonomi syariah bukan hanya sekedar sebuah landasan ekonomi yang bisa mencegah krisis ekonomi, tetapi lebih dari itu ia mampu menawarkan solusi. Disini bisa diperlihatkan kesyumulan ajaran Islam sebagai sistem yang universal, bahwa ekonomi syariah bukan sistem ekslusif yang diperuntukkan hanya kepada umat Islam, tetapi ia bisa digunakan oleh seluruh pelaku ekonomi.

Mengingat besarnya peluang pengembangan ekonomi syariah dan tantangan yang harus dihadapi di tahun mendatang, serta keinginan menjadikan ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi masa depan yang aman agar terhindar dari krisis kembali, maka tak salah jika Tahun Masehi 2009 dan Tahun Hijriah 1430 – yang kebetulan beriringan datangnya – dicanangkan sebagai Tahun Ekonomi Syariah.

Sumber :

Willson Gustiawan

Staf Pengajar Politeknik Negeri Universitas Andalas Padang, Sekarang Mahasiswa Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung

http://blogs.unpad.ac.id/willson/?p=65

5 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar