Jumat, 04 September 2009

Ekonomi Syariah Mengglobal

Beberapa waktu lalu, di Jakarta telah diadakan Festival Ekonomi Syariah (FES) 2008. Tema festival yang disemangi oleh Bank Indonesia ini adalah ”Menuju Indonesia Sejahtera Bersama Ekonomi Syariah.”

Ketika membuka acara tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa sistem ekonomi syariah terbukti ampuh mengurangi dampak krisis ekonomi 1998 di Indonesia. Ketika bank konvensional berguguran karena hiper-devaluasi rupiah, bank-bank syariah mampu bertahan dan menjadi penopang perekonomian Indonesia dengan sebagian besar pembiayaannya yang dialokasikan ke usaha mikro dan menengah.

Di Indonesia, dengan potensi pasar ekonomi syariah menyasar pada sekitar 200 juta muslim, bisnis ekonomi syariah sesungguhnya masih relatif kecil, hanya 1,7% dari total aset ekonomi nasional.

Tetapi melihat performa bank-bank syariah di Indonesia yang cukup bagus, pemerintah Indonesia mulai melirik ekonomi syariah sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang babak belur dihantam krisis 1988. Bahkan penuh percaya diri Presiden Yudhoyono menyatakan Indonesia bisa menjadi pusat ekonomi Syariah di Asia dan dunia.

Bank Syariah berbeda dengan bank-bank lainnya Dalam perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha, setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. Hal ini disebut mudhorobah.

Contoh lainnya adalah musyarokah (kemitraan), konsep ini diterapkan pada model kemitraan. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah, dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya.

Dalam penyaluran dana untuk jual beli (murobahah). Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa, kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran berdasarkan pada harga pokok ditambah margin yang disepakati.

Sesungguhnya bukan hanya Indonesia yang melihat ekonomi syariah sebagai peluang menjanjikan. Inggris juga berencana akan menerbitkan sukuk (obligasi tanpa bunga) mulai tahun ini, melengkapi kehadiran lembaga-lembaga ekonomi syariah di daratan Eropa seperti Islamic Bank of Britain dan European Islamic Invesment Bank. Negara lain yang punya rencana sama adalah Thailand dan Singapura. Bahkan Singapura saat ini merupakan pasar industri bisnis keuangan syariah yang paling atraktif di Asia, di samping Hongkong.

Korporasi bisnis global juga telah menawarkan berbagai produk syariah seperti HSBC Amanah, Citibank Syariah, atau Allianz Syariah di pasar asuransi.

Deputi Gubernur Bank Sentral Malaysia, Dato’ Mohd Razif Abdul Kadir, mengatakan bahwa kini ada 300 institusi keuangan berbasis syariah yang beroperasi di 76 negara di dunia. Kapitalisasi global aset bisnis syariah telah mencapai lebih dari 1 trilyun dolar Amerika per tahun dan Dow Jones Islamic Index telah mencapai 10 trilyun dolar Amerika. Porsinya memang masih kecil dibandingkan dengan aset total bisnis keuangan global, baru sekitar 40 persen dari aset total korporasi-korporasi keuangan global. Namun karena baru tumbuh selama 20 tahun terakhir ini dan dengan tingkat pertumbuhan bisnis 65% per tahun, kehadiran ekonomi syariah merupakan fenomena menggiurkan dalam dunia bisnis.

Godaan prospek bisnis syariah memang tak bisa dipungkiri, namun pokok paling berharga dari ekonomi syariah adalah ia menjadi raut sejuk Islam, yang selama ini telah terlumuri oleh citraan buruk terorisme.

Presiden Yudhoyono juga menyatakan bahwa ekonomi syariah tidak hanya ditujukan bagi masyarakat muslim. Ada nilai-nilai bersama dalam ekonomi syariah, yang membuatnya lebih mudah diterima oleh berbagai pihak. Penolakan terhadap bunga atau riba, yang dalam hukum Islam didasarkan pada Qur’an 2:275, 278-279, juga dapat ditemukan dalam kitab-kitab agama Ibrahim lain, seperti Perjanjian Baru (Lukas 6: 34-35) dan Taurat atau Perjanjian Lama (Keluaran 22:25).

Selain itu nilai-nilai ekonomi syariah, seperti yang pernah disebutkan pakar ekonomi kerakyatan, Prof. Mubyarto (almarhum): kesatuan, keseimbangan, kebebasan, dan tanggungjawab — yang dimanifestasikan dalam pengaliran kredit bagi rakyat, tanpa bergantung pada suku bunga deposito, keterbukaan pilihan investasi, loss sharing(penanggungan resiko oleh kreditor maupun debitor) dan bagi hasil sebagai konsekuensi mekanisme penawaran dan permintaan.

Operasi itu dapat diperbandingkan dengan gagasan ”paradigma baru ekonomi moneter” Joseph E.Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi 2001. Selain itu, dan mungkin yang paling penting, konsep-konsep ekonomi syariah sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi—perekonomian dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sehingga dapat menghapus alienasi ekonomi moneter kapitalis dan melangkaui kematian ekonomi. - 5 Februari 2008


Sumber :

Wahyuana, jurnalis yang tinggal di Jakarta dan pendiri Maluku Media Center (MMC), sebuah organisasi yang mempromosikan dan memfasilitasi resolusi konflik dan jurnalisme perdamaianan. Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org.

5 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar