Jumat, 04 September 2009

Adakah Ekonomi Syariah itu?

Umat Islam saat ini disodori konsep Ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah. Produknya mulai dari bank syari'ah, pasar saham syariah, asuransi syariah, sampai kartu kredit syariah.

Islam sudah disempurnakan oleh Allah saat Rasulullah saw masih hidup (Al-Maidah:3). Dalam kitab-kitab hadis atau fikih sejak zaman dahulu tidak ada satu pun yang mencantumkan kata "iqtishadiyah" atau "ekonomi" untuk menyebut aktivitas jual beli. Aktivitas ini disebut al-bai', al-tijarah, dan sebagainya, yang dalam kitab fiqih dikemas dalam bab al-mu'amalah. Kata ekonomi merupakan bid'ah karena tidak ada perintah dan contohya sejak Rasulullah saw hingga para ulama sebelum abad ke-19.

Dari mana datangnya bid'ah ini?
Allah telah mengingatkan kaum Muslimin bahwa salah satu perilaku kaum Yahudi adalah menyimpangkan kata-kata dari makna yang sebenarnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran: "Orang-orang Yahudi itu merubah perkataan dari tempat-tempatnya" (An-Nisa: 46), "Mereka (orang Yahudi) suka merubah perkataan dari tempat-tempatnya"(Al Maidah: 13), "Sebagian dari mereka (Yahudi) mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahui" (Al-Baqoroh: 75), dan "Mereka (orang-orang Yahudi) mengubah perkataan-perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan, 'Jika diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah'" (Al-Maidah: 41).

Perubahan makna ini mereka lakukan terhadap istilah ekonomi, sehingga maknanya tidak sesuai dengan saat pertama kali kata ini muncul, pada masa keemasan bangsa Yunani. Ekonomi berasal dari dua kata oikos (rumah tangga) dan nomos (aturan), mereka ubah menjadi "hemat" bukan "aturan rumah tangga". Hal tersebut diambil dari prinsip ilmu ekonomi yang mereka buat, yaitu "dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya".

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia pun kini mengartikan ekonomi menjadi "hemat" seperti terdapat dalam transportasi yang mencantumkan kata "ekonomi". Dalam hal ini, bila menaiki angkutan tersebut akan menghemat biaya. Kata "ekonomi" juga terdapat dalam iklan yang berbunyi "praktis dan ekonomis" yang berarti produk yang diiklankan mudah digunakan dan menghemat biaya. Demikian juga di negara-negara yang berbahasa Arab. Ekonomi dalam bahasa Arabnya menjadi al-iqtishadiyyah yang berarti "penghematan".

Ekonomi yang sudah disalahartikan menjadi prinsip kaum Zionis Yahudi dalam mewujudkan ambisi mereka untuk menguasai dunia. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hasil pertemuan 300 para pemuka Zionis Yahudi pada akhir abad ke-19. Pada protokol ke-8 dalam pertemuan tersebut dikatakan: "Kita harus melingkungi pemerintahan kita dengan para ekonom dari seluruh dunia. Itulah alasannya ilmu ekonomi menjadi prinsip ajaran yang diberikan kepada orang-orang Yahudi. Di sekeliling kita juga akan ada bankir-bankir, industrialis, kaum kapitalis dan yang paling penting para miliarder. Karena pada hakikatnya, semua hal diselesaikan oleh siapa figur-figur di belakangnya."

Untuk menjalankan prinsip "penghematan" didirikan bank-bank hingga berhasil menggantikan peredaran dirham dan dinar dengan uang kertas. Pada mulanya bank-bank ini berfungsi untuk memelihara uang milik orang lain dengan cara menyimpannya di tempat yang aman. Jika ada orang yang menitipkan uang emas atau uang peraknya di bank, sang bankir memberinya tanda terima berupa kertas kuitansi. Bankir pun berjanji akan mengembalikan uang emas atau uang perak tersebut secara tunai kepada pembawa pada saat kuitansi itu dipertunjukkan kembali kepada bank.

Tapi, kuitansi atau tanda terima itu kemudian dijadikan alat tukar meskipun belum ditebuskan dengan uang emas atau uang perak yang ada di bank. Pada perkembangan selanjutnya, para bankir mencetak kuitansi, yang sudah beralih fungsi sebagai uang kertas ini, sebanyak-banyaknya yang jumlahnya jauh lebih banyak dari pada jumlah uang emas dan uang perak yang ada di bank.

Sistem peredaran uang kertas kemudian dikendalikan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang didirikan pada 1944 dan menjadikan dolar Amerika sebagai standar sistem peredaran uang kertas internasional. Dengan demikian, orang-orang Yahudi yang berada di belakang layar IMF, Bank Dunia, dan pemerintahan AS berhasil menjalankan prinsip "penghematan" yang membuat bangsa-bangsa lain melakukan "pemborosan". Penghematan ini dilakukan dengan hanya mencetak lembaran-lembaran kertas "dolar" dan sebagainya yang ditukar dengan berbagai kekayaan alam, seperti minyak, emas, kayu, dsb, di berbagai negara.

Pertukaran uang kertas dengan berbagai barang dan kekayaan alam di bumi ini merupakan "pertukaran sesuatu yang gaib dengan sesuatu yang nyata". Uang kertas disebut gaib karena pada hakikatnya kertas-kertas ini adalah kuitansi yang dijadikan alat tukar, yang seharusnya dapat ditebuskan menjadi emas atau perak sebagaimana sejarah asal-usul pemberlakuan uang kertas tersebut.

Apa yang menimpa seluruh manusia pada zaman ini sudah diketahui oleh Rasulullah saw. Dalam salah satu hadits yang dikutip Ibnu Qayim dalam kitab Ighatsah al-Lahfan yang berbunyi: "Ya tii 'ala an-nasi zamanun yastahilluna ar-riba bi al-ba'i" (Akan tiba suatu masa pada masa itu manusia menghalalkan riba dengan menyebutnya sebagai jual beli). Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Bathah ini Rasulullah menyebutkan zaman dengan kata nakirah 'zamanun' bukan dengan kata ma'rifah "az-zamanu".

Kata tersebut belum terdefinisikan dengan jelas sehingga berlaku umum yang memungkinkan terjadi pada satu zaman, dua zaman, dan seterusnya. Dalam hadits-hadits lain, Rasulullah saw juga bersabda "Sungguh akan datang kepada manusia, pada masa itu tidak ada seorang pun dari mereka melainkan makan riba. Jika tidak memakan ribanya, ia akan terkena debunya" (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah) - 3 Juni 2009

Sumber :

Nurman Kholis - Staf Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI

http://www.wakalanusantara.com/detilurl/Adakah.Ekonomi.Syariah.itu?/101

5 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar